Tuesday, November 29, 2022
Wednesday, October 19, 2022
Waspadai Gagal Ginjal Akut pada Anak
Kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak usia 6 bulan-18 tahun terjadi peningkatan terutama dalam dua bulan terakhir. Per tanggal 18 Oktober 2022 sebanyak 189 kasus telah dilaporkan, paling banyak didominasi usia 1-5 tahun.
Seiring dengan peningkatan tersebut, Kemenkes meminta orang tua untuk tidak panik, tenang namun selalu waspada. Terutama apabila anak mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut seperti ada diare, mual ,muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk serta jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
"Orang tua harus selalu hati-hati, pantau terus kesehatan anak-anak kita, jika anak mengalami keluhan yang mengarah kepada penyakit gagal ginjal akut, sebaiknya segera konsultasikan ke tenaga kesehatan jangan ditunda atau mencari pengobatan sendiri," kata Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan dr. Yanti Herman, MH. Kes.
Pastikan bila anak sakit cukupi kebutuhan cairan tubuhnya dengan minum air. Lebih lanjut, gejala lain yang juga perlu diwaspadai orang tua adalah perubahan warna pada urine (pekat atau kecoklatan). Bila warna urine berubah dan volume urine berkurang, bahkan tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), orang tua diminta segera membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Sampai saat ini kasus gagal ginjal akut pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya, untuk itu pemerintah bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan tim dokter RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) membentuk satu tim yang bertugas untuk mengamati dan menyelidiki kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Dari data yang ada gejala yang muncul di awal adalah terkait infeksi saluran cerna yang utama untuk itu Kemkes menghimbau sebagai upaya pencegahan agar orang tua tetap memastikan perilaku hidup bersih dan sehat tetap diterapkan, pastikan cuci tangan tetap diterapkan, makan makanan yang bergizi seimbang, tidak jajan sembarangan, minum air matang dan pastikan imunisasi anak rutin dan lanjuti dilengkapi.
Selain itu, Kemenkes juga telah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai bagian peningkatan kewaspadaan.
Surat keputusan ini memuat serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam melakukan penanganan terhadap pasien gagal ginjal akut sesuai dengan indikasi medis.
"Belajar dari pandemi COVID-19, pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk mencegah agar penyakit ini bisa di cegah sedini mungkin. Karenanya kami mengimbau kepada Dinas Kesehatan, rumah sakit maupun pintu masuk negara agar segera melaporkan apabila ada indikasi kasus yang mengarah kepada gagal ginjal akut maupun penyakit lain yang berpotensi mengalami KLB," imbuh dr. Yanti
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
Sumber : kemkes.go.id
Thursday, October 6, 2022
Friday, September 30, 2022
Pentingnya Vaksin PCV untuk Mencegah Penyakit Berbahaya
Vaksin PCV dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus, penyebab penyakit berbahaya seperti meningitis dan pneumonia. Untuk melindungi diri dan keluarga dari penyakit tersebut, pemberian vaksin PCV bisa dilakukan sebagai salah satu bentuk langkah pencegahan yang tepat.
Vaksin PCV atau pneumococcal conjugate vaccine adalah vaksin yang mengandung bagian dari bakteri pneumokokus. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit infeksi yang berat, seperti meningitis, pneumonia, dan sepsis.
Ada 2 jenis vaksin PCV, yaitu PCV10 dan PCV13. PCV 10 mampu mencegah 10 jenis bakteri pnemokukus, sedangkan PCV13 mampu mencegah 3 jenis bakteri tambahan. Meski begitu, keduanya sama-sama efektif dalam mencegah penyakit akibat infeksi pneumokokus dan meminimalkan risikonya.
Siapa Saja yang Perlu Menerima Vaksin PCV?
Infeksi bakteri pneumokokus lebih sering menyerang anak di bawah usia 5 tahun dan lansia di atas 50 tahun. Oleh karena itu, anak-anak dan lansia dianjurkan untuk menerima vaksin PCV. Selain itu, vaksin PCV juga perlu diberikan kepada orang yang memiliki penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti:
- Daya tahan tubuh lemah, misalnya karena infeksi HIV, penyakit autoimun, dan efek samping kemoterapi
- Kelainan bawaan lahir, seperti penyakit jantung bawaan
- Penyakit kronis, seperti asma, diabetes, dan penyakit ginjal
- Kelainan darah, misalnya thalasemia
- Riwayat operasi, seperti operasi implan koklea, transplantasi organ, atau pengangkatan limpa
- Perokok aktif
Meski penting untuk diperoleh, pemberian vaksin PCV sebaiknya ditunda untuk ibu hamil, kecuali jika dokter telah menilai bahwa manfaat dari pemberian vaksin lebih besar daripada risikonya bagi kehamilan.
Selain itu, vaksinasi PCV sebaiknya ditunda dulu bila orang yang akan menerimanya sedang sakit, seperti flu atau demam. Vaksin PCV juga perlu diwaspadai pada orang yang memiliki riwayat alergi atau reaksi anafilaktik terhadap vaksin tertentu.
Kapan Vaksin PCV Perlu Diberikan?
Jadwal imunisasi PCV pada tiap orang berbeda-beda tergantung usianya. Vaksin PCV diberikan pada anak usia 2, 4, dan 6 bulan, lalu diulang pada usia 12–15 bulan.
Bagi anak usia di atas 2 tahun yang belum menerima vaksin PCV atau belum memenuhi vaksinasi secara lengkap, perlu mendapatkan 1 dosis vaksin, apalagi jika memiliki penyakit tertentu.
Orang dewasa yang berusia 50 tahun ke atas perlu mendapatkan vaksin PCV13 hanya 1 kali untuk seumur hidup. Bila diperlukan, vaksi pneumokokal polisakarida 23 (PPSV23) juga diberikan dengan jeda minimal 1 tahun setelah pemberian PCV13.
Apakah Vaksin PCV Aman Digunakan?
Layaknya vaksin pada umumnya, pemberian vaksin PCV juga dapat menimbulkan efek samping berupa demam serta nyeri, kemerahan, dan bengkak di lokasi suntik. Efek samping ini tergolong ringan dan bisa membaik dengan sendirinya.
Pada sebagian orang, vaksin PCV bisa menimbulkan efek samping berupa reaksi alergi. Meski begitu, reaksi alergi yang serius sangat jarang terjadi.
Jadi, secara umum, pemberian vaksin PCV merupakan langkah yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit akibat infeksi bakteri pneumokokus. Vaksin ini juga telah masuk dalam program pemerintah untuk vaksinasi anak, sehingga bisa didapatkan secara gratis.
Jika Anda atau anak Anda belum mendapatkan vaksin PCV atau melewatkan jadwal vaksinasi yang telah direkomendasikan, sebaiknya konsultasikan ke dokter. Dokter bisa menentukan jadwal yang tepat untuk vaksinasi sesuai kebutuhan Anda atau anak Anda.
Selain itu, apabila Anda mengalami reaksi alergi yang serius, misalnya sesak napas, kemerahan di kulit yang meluas, gatal-gatal, serta mata dan mulut bengkak setelah mendapatkan vaksin PCV, segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat.
Thursday, August 4, 2022
Ada 1 Kasus Suspek Cacar Monyet ditemukan (lagi) di Indonesia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali mengidentifikasi suspek atau warga yang terduga terpapar cacar monyet (monkeypox) di Indonesia. Warga tersebut saat ini menjalani perawatan di salah satu rumah sakit swasta di Jawa Tengah.
Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan pasien merupakan laki-laki berusia 55 tahun. Syahril menyebut pasien bukan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).
"Seorang laki-laki, 55 tahun, bukan PPLN, suspek monkeypox dan saat ini dirawat isolasi di RS Swasta di Jateng," kata Syahril saat dihubungi, Rabu (3/8).
Syahril melanjutkan, pasien suspek cacar monyet ini akan diperiksa lebih lanjut untuk memastikan penyakitnya. Ia sekaligus menegaskan kasus ini belum konfirmasi sehingga hingga saat ini belum ada kasus konfirmasi alias kasus cacar monyet masih nihil di Indonesia.
"Akan dilakukan pemeriksaan lab PCR untuk memastikannya. Bisa saja hanya cacar biasa atau penyakit lain, bukan monkeypox," ujar Syahril.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pada akhir Juli lalu juga sudah melaporkan setidaknya ada sembilan suspek pasien cacar monyet di Indonesia. Kendati demikian, semua suspek dinyatakan negatif cacar monyet setelah melalui pemeriksaan.
Kemenkes sebelumnya juga menyatakan bakal memperkuat dan memperbanyak deteksi dini atau aktivitas surveilans cacar monyet pada kelompok gay di Indonesia. Surveilans akan dilakukan bekerjasama dengan sejumlah pihak, termasuk pula dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu menambahkan upaya mitigasi itu dilakukan lantaran laporan dari sejumlah negara, sebagian besar yang terinfeksi cacar monyet adalah pria gay.
Indonesia Diminta Waspada
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) membentuk Satuan Tugas (Satgas) cacar monyet usai Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global beberapa waktu lalu.
Selain itu, dalam beberapa hari terakhir mulai muncul temuan kasus kematian pada pasien cacar monyet di sejumlah negara luar Afrika seperti Brasil, Spanyol, dan India. IDI menilai upaya ini merupakan bentuk kewaspadaan terhadap potensi munculnya cacar monyet di Indonesia.
"Seperti halnya terkait pandemi Covid-19, dan kita sudah di-warning berat oleh WHO terkait Monkeypox, maka kami dari IDI juga membentuk khusus Satgas Monkeypox," kata Ketua Umum PB IDI M. Adib Khumaidi dalam acara daring, Selasa (2/8) lalu.
Satgas Monkeypox ini terdiri dari sejumlah organisasi profesi lainnya yang akan bertugas memantau dan mendeteksi potensi Monkeypox terjadi di Indonesia. Ia juga mendesak agar pemerintah memperkuat upaya mitigasi dalam pencegahan kasus cacar monyet atau monkeypox di Indonesia.
IDI kemudian meminta agar pemerintah memperluas cakupan area pemeriksaan atau skrining pada pintu masuk Indonesia.
Adib juga meminta agar pemerintah berupaya meningkatkan kemampuan laboratorium jejaring dalam diagnostik molekuler spesimen pasien yang dicurigai menderita Monkeypox sesuai rekomendasi WHO. Serta meningkatkan kemampuan dalam identifikasi kontak erat pada pasien suspek dan probable cacar monyet.
"Melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan melalui pengamatan suhu, pengamatan tanda dan gejala. Pada pelaku perjalanan dengan kondisi demam, sebaiknya dilakukan pemeriksaan langsung oleh dokter yang bertugas pada pelabuhan, bandara, ataupun PLBDN tersebut," ujarnya.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220804090134-20-830119/suspek-cacar-monyet-ditemukan-di-jawa-tengah-ri-diminta-waspada/amp